Entri Populer

Jumat, 19 November 2010

Perempuan Punya Banyak Cerita....

Oleh: Siti Fatimah Azzahra    (Math. Sec. B-2009110019)

Apa yang anda pikirkan ketika mendengar kata ‘perempuan’?. Mungkin tidak sedikit orang berpikir seperti ini: perempuan itu lemah, harus modis, kurang berani, terlihat pasrah, dan lain sebagainya. Sekali  lagi, apakah anda pernah mendengar, jika seorang perempuan itu tidak harus mengecap pendidikan yang tinggi, karena pada akhirnya juga tugas perempuan itu hanya mengurus anak dan patuh terhadap suami. Maaf, saya tidak termasuk ke dalam golongan tersebut.
Berbicara mengenai gender, tentunya tidak akan ada habis-habisnya dan erat kaitannya dengan perempuan. Hal ini terjadi karena masalah gender merupakan masalah yang kompleks, dalam artian dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Di antarnya, keharmonisan sebuah keluarga, budaya, juga lingkungan sosial.
 Gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968), yang memilki makna dan tujuan untuk memisahkan pencirian manusia, berdasarkan sifat sosial budaya dan kondisi fisik maupun biologis. Namun, hal yang harus digaris bawahi dari makna gender yang membuat orang salah kaprah adalah, gender sama dengan seks, padahal berbeda. Perbedaanya dapat dilihat pada tabel berikut ini (berdasrakan hasil musyawarah PGRI, 2006):
Perbedaan Sex dan Gender
Seks
Gender
Ciptaan Tuhan
“Buatan” manusia
Bersifat kodrat
Tidak bersifat kodrat

Tidak dapat berubah
Dapat berubah
Berlaku sepanjang zaman & di mana saja
Tergantung  waktu dan budaya setempat
Gender di mata khalayak sangat erat kaitannya dengan seorang perempuan.  Pada paragrap pertama telah diulas berbagai perspektif tentang  perempuan dan perannya. Meskipun saya tidak termasuk dalam orang yang berpikiran seprti paragrap awal tentang peran perempuan, namun saya termasuk orang yang beraada di dalamnya.
Berikut ini merupakan beberapa isu dan kenyataan yang erat hubungannya dengan gender.
Hidup di tengah keluarga yang konservatif tidaklah mudah, karena terdapat beberapa larangan yang harus dipatuhi, terutama oleh perempuan. Keluarga saya yang notabanenya termasuk orang-orang yang berpikir ke depan, juga tidak mempersilahkan para anak-anak perempuan mereka untuk mengecap pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, cukup hingga tingkat dasar saja atau menengah. Sayangnya,  mereka, para perempuan hanya bisa menundukkan kepala, karena percuma jika mereka bicarapun tidak akan di dengar.
Tidak hanya di pedasaan, keadaan sejenis cerita tersebut pun terjadi di masyarakat perkotaan. Sebut saja kota bunga. Terdapat seorang ibu dengan satu anak. Ibu tersebut tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah hingga hidupnya hancur dan anaknya terlantarkan. Peristiwa ini terjadi, karena sang almarhum suaminya. Dahulu suaminya tidak mengizinkan istrinya untuk membantunya mencari  nafkah, juga lebih menyerahkan semua urusan rumah tangga ke tangan pembantu daripda istrinya. Hingga akhirnya, ketika sumaninya meninggal istrinya tidak bisa hidup berdiri sendiri.
Hanung Bramantyo pun menyumbangkan karyanya dalam sebuah film layar lebar yang berjudul “Perempuan Berkalung Sorban”, yang diambil dari novel  karya Abidah El Khalieqy. Dari film tersebut, Annisa (peran utama) digambarkan sebagai perempuan yang penuh dengan larangan.  Annisa merasa tidak sependapat dengan penjelasa gurunya, yang mengatakan bahwa perempuan sejatinya harus tunduk kepada laki-laki, ini berarti perempuan berada pada posisi yang lemah dan tidak seimbang.
Tiga isu di atas, menggambarkan bahwa perempuan itu tidak lebih hanyalah seorang pembantu rumah tangga dan sebagai penurut. Pendidikan perempuan tidak boleh lebih tinggi dari laki-laki atau suaminya, merupakan masalah klasik yang cukup rumit. Suara perempuan seringkali diabaikan begitu saja, bagaikan hembusan angin belaka. Padahal tidak sedikit dari hasil pemikiran seorang perempuan mampu membawa suasana ke arah yang lebih baik lagi.

Contohnya Raden Adjeng Kartini, seorang putri dari bupati Jepara pada tahun 1980-an, menjadi promotor emansipasi perempuan. Beliau sangat menginginkan para perempuan Indonesia bisa mengecap pendidikan yang lebih tinggi dan suara para perempuan bisa lebih didengar. Berkat kegigihan beliau, kini peran perempuan lebih bisa dihargai daripada masa sebelumnya, meskipun  penyetaraan tersebut belum bisa dirasakan secara menyeluruh oleh semua perempuan, khusnya perempuan di Indonesia.beliau, kini peran perempuan lebih bisa dihargai daripada masa sebelumnya, meskipun  penyetaraan tersebut belum bisa dirasakan secara menyeluruh oleh semua perempuan, khusnya perempuan di Indonesia.


Di era globaslisai saat ini, tentunya tidak etis jika kita semua masih berada pada kelompok orang yang menganggap, bahwa perempuan itu tidak boleh melakukan hal yang dilakukan oleh lawan jenis pada umumnya, contohnya saja bekerja. Kebebasan untuk mendapatkan pekerjaan telah diatur dalam UUD RI 1945 pasal 27 ayat 2: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pasal tersebut jelas mengindikasikan bahwa tidak ada batasan yang menghalangi seseorang untuk bekerja, termasuk perempuan. Karena pada hakikatnya laki-laki dan perempuan itu sama, yang membedakan hanya dari segi biologisnya saja.
Indonesia merupakan Negara hukum, yang memiliki aturan sendiri dalam menyampaiakan pendapat.  Dalam UUD RI 1945 pasal 28 yang mengatur hak asasi manusia mengatakan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Pasal ini mendukung keras  kepada setiap warga Negara, untuk tidak segan-segan dalam menyalurkan aspirasi atau pendapat mereka, karena telah dilindungi oleh UU.
Terlepas dari isu-isu yang erat kaitannya dengan gender maupun diskriminasi, sebagai warga Negara Indonesia yang tahu adat istiadatnya, tentu tidak akan membiarkan segala permasalahan larut dalam waktu yang cukup lama. Emansipasi wanita sudah lebih dari 60 tahun di gebrakkan. Hal terpenting bagi adalah kita mampu memberikan dan melakukan yang terbaik untuk Indonesia. Dan untuk para perempuan Indonesia, jangan merasa kecil untuk hal yang lebih besar, karena Josiah G. Holland dalam Chicken Soup for the Woman’s Soul (2010), mengatakan bahwa “Harta milik paling berharga yang pernah muncul bagi manusia di bumi ini adalah hati seorang perempuan.”

REFERENSI
Canfield, J., dkk. 2010. Chicken Soup for the Woman’s Soul. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Majelis Permusyawartan Rakyat Republik Indonesia. 2000. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Amandemen II. Jakarta. Diambil pada 11 November 2010, dari http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945/Perubahan_II#Pasal_28,
NN. 2010. Kartini. Diambil pada 16 November 2010, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kartini#Pemikiran
NN. 2009. Perempuan Berkalung Sorban. Diambil pada 15 November 2010, dari http://www.21cineplex.com/perempuan-berkalung-sorban,movie,2004.htm
 Persatuan Guru Republik Indonesia. 2006. Apa itu Gender?. Diambil pada 15 November 2010, dari http://www.scribd.com/doc/2591144/-Konsep-Gender
Toer, P., A. 2003. Panggil Aku Kartini Saja. Jakarta: Lentera Dipantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Your feedback is invaluable...